BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki berjuta kebudayaan yang
telah ada sejak zaman nenek moyang. Mulai dari ujung barat (sabang) sampai
ujung timur (merauke), Indonesia mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan
negara lain dan mempunyai kekhasannya tersendiri pada setiap daerahnya.
Dalam perkembangan di masyarakat umum, Tari
Topeng Cirebon memperoleh dan memiliki penampilan yang khas, yang selanjutnya
dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau Dinaan. Tari topeng adalah salah
satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng
karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari
Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung
Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh
Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang
yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan
Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga
dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan
kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian. Sebagai hasil
kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai sosial yang mengandung pesan-pesan
tersembunyi, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti
simbolik yang diartikan sangat menuju tentang aspek kehidupan, sehingga juga
mempunyai nilai pendidikan. Yang meliputi aspek kehidupan adalah seperti
kepribadian, kebijaksanaa, kepemimpinan, cinta bahkan dapat menggambarkan
perjalanan hisup manusia sejak dia dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng
dapat dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatlam secara positif. Pada masa
Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam, Sultan Cirebon Syekh Syarif
Hidayahtulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Songo yang bergelar Sunan
Gunung Jadi, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakan Tari Topeng dan 6
jenis kesenian lainnya sebagai upaya penyebaran Agama Islam sebagai tontonan
dilingkungan Kraton. Adapaun keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit,
Gamelan, Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja
Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji
Dewa. Melalui seniman jalanan (pengamen) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan
kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat setempat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tari
Topeng Cirebon
Tari topeng adalah salah satu tarian
tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika
beraksi sang penari memakai topeng. Konon
jauh sebelum Tari Topeng masuk Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad
ke 10-16 masehi di Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni
Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa.
Melalui seniman jalanan (pengamen) seni Tari Topeng
akhirnya masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian
setempat. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam (zaman Wali
Songo) , Syekh Syarif Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati
bekerjasama dengan Syekh Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian
dari upaya penyebaran Agama Islam yang juga sebagai tontonan dilingkungan
keratin disamping 6 (enam) jenis kesenian lainnya seperti, Wayang Kulit,
Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Beberapa orang beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni
tradisional yang dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit
unsur mistik, tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita,
melainkan hanya sekedar pertunjukan seni semata.
B.
Jenis
Tari Topeng Cirebon
Semua jenis topeng ini akan dikenakan pada saat
pementasan tari topeng Cirebonan yang diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon
yang paling pokok ada lima yang disebut juga Topeng Panca Wanda :
1. PANJI “wajahnya yang putih bersih melambangkan
kesucian bayi yang baru lahir. Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan
pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu,
atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya
senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah
(dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong
urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan,
bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi
hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai
salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama
penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu
struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang
yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali
di Losari, para dalang topeng Cirebon pada umumnya tidak mengaitkan tariannya
dengan tokoh Panji seperti dalam cerita Panji. Artinya, nama tari tersebut
bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata Panji hanya dipinjam untuk menyatakan
salah satu karakter tari yang halus, yang secara kebetulan karakternya sama
tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan sepanjang yang diketahui saat ini,
topeng di daerah ini adalah satu-satunya gaya yang tidak menampilkan kedok
Panji sebagai tari yang ditampilkan pada bagian pertama (babakan). Gaya ini
tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di daerah lain. Kedok Panji justru
ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar memerankan tokoh
Panji.”
2. Samba
(Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah.
Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo,
artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian
topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian
(babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut
justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji
Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng
Panji secara khusus, karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng
tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter
tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering
disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang
tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa
gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku
dan kehidupan seorang anak muda.
3. Rumyang,
wajahnya menggambarkan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang
yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang
manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran
seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai
dengan nama tarinya, rumyang atau kembang kapas.
Topeng Rumyang sewanda
dengan topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari topeng tersebut.
Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun sebagain daerah lagi
menampilkannya pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini boleh jadi
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut ditampilkan
pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan manusia, dan
kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena pertunjukan topeng itu
dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui bahwa, akhir pertunjukan wayang
kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu rumyang. Karena itulah, mengapa
topeng Rumyang itu diakhirkan.
4. Patih
(Tumenggung), topeng ini menggambarkan orang dewasa yang
berwajah tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang
merupakan tarian pembuka pertunjukan dramatari wayang Topeng Malang memiliki
hubungan erat dengan struktur pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan
isi. Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis
simbolis menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di
dalamnya. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih
terdiri dari tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur
komunikasi,unsur gerak tari, unsur tata
rias dan busana, unsur musik pengiring
dan unsurpanggung pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi
luhur.
5. Kelana
(Rahwana), topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah.
Tari topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah,
penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru
paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya
menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa
terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan
dengan Sarung Ilang. Struktur tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri
atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari
yang memakai kedok).Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni),
membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana
yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana
Udeng yang diiringi lagu Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut
topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita
Ramayana, yakni tokoh Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan
tokoh Klana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana
kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang
topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus
dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama.
Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta
Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau
praba, maka itulah yang disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan
topeng Klana dan kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam
wayang wong. Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin
topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan
topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah
ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya
kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng
anak-anak.
C. ALAT
MUSIK PENGIRING
1. REBAB
REBAB adalah jenis
alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan
menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika
Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas
sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan
dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi
yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau
rubab).
Ukuran rebab
biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran
seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada
leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar.
Tidak ada papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan
atau di lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun
dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat terbatas
(sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia
Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak, Joza, yang
memiliki empat senar
2. GAMELAN
Gamelan adalah
ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.
Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu
kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri
berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran
an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau
Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan
bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18,
istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
3. GENDER
Gender adalah alat musik pukul logam (metalofon) yang menjadi bagian
dari perangkat gamelan Jawa dan Bali. Alat ini memiliki 10 sampai 14 bilah
logam (kuningan) bernada yang digantungkan pada berkas, di atas resonator dari
bambu atau seng, dan diketuk dengan pemukul berbetuk bundaran berbilah dari
kayu (Bali) atau kayu berlapis kain (Jawa). Nadanya berbeda-beda, tergantung
tangga nada yang dipakai. Pada gamelan Jawa yang lengkap terdapat tiga gender:
slendro, pelog pathet nem dan lima, dan pelog pathet barang.
4. KECAPI
SULING
Kecapi suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada
improvisasi dan populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik,
kecapi dan suling
5. GONG
Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang
terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik
tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya.
Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih
belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai hasil
kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan–pesan
terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti
simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan,
sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek
kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta
bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak
dilahirkan hingga menginjak dewasa. Semoga kesenian ini tetap ada karena banyak
hal yang bisa kita dapatkan dan pelajari dari tarian ini. kata Sujana Arja,
salah seorang maestrotari topeng Cirebon dalam percakapan dengan Kompas belum
lama ini. Hal itulah yang tetap dicoba oleh tarian topeng Cirebonan sebagai
bentuk khas kesenian asli Cirebon. Hingga saat ini, kesenian itu jatuh bangun mempertahankan
keasliannya. Ironisnya, beberapa aliran atau gaya turunan tari topeng Cirebon hampir
punah, bahkan beberapa di antaranya sudah punah. Sebagian seniman dari aliran
tari topeng Cirebon ada yang mencoba mempertahankannya. Sering kali mereka
dianggap kuno. Bahkan, beberapa maestro yang masih eksis, hidupnya pun jauh
dari layaknya seorang maestro seni.
DAFTAR PUSTAKA
makasih sangat bermanfaat.
BalasHapusizin Copy min.. makasih, kunjungi juga blog saya.. 2kncool.blogspot.com
BalasHapusizin copy ya makasih banyak
BalasHapus